Bisakah Anda membayangkan atau menyaksikan bagaimana laut yang
terletak di sebelah barat Jazirah Arab itu disebut Laut Merah? Apakah airnya
yang bewarna merah? Pasir-pasirnya bewarna merah, ataukah ada sesuatu sehingga
disebut Laut Merah?
Kenyataan ini sangat menarik untuk
ditelusuri. Seorang ahli fisika dari Universitas Cambridge bernama Collin
Humphreys yang juga seorang penulisThe Miracle of Exodus mencoba menguak tabir misteri yang ada di Laut
Merah. Dia mencoba melakukan penjelajahan ke pusat Teluk Aqabah dan faktanya
laut itu tidak bewarna merah. Tapi seperti kebanyakan laut pada umumnya, airnya
justru bewarna biru.
Di sana, Collin Humphreys hanya
menemukan sekumpulan alang-alang yang tumbuh subur berkat keberadaan air tawar
disekitar tempat tersebut. Rupanya, pendapat atau perkataan orang-orang sering
salah memahami ucapan yang biasa disebutkan dalam bahasa Inggris. Alang-alang
dalam bahasa Inggris disebut dengan reed, namun oleh masyarakat setempat diucapkan
dengan red (merah). Karena keberadaannya di laut, oleh
masyarakat setempat dinamakan red sea(Laut
Merah), padahal biasa disebut dengan the reed seas (Lautan Alang-Alang).
Hal
ini juga juga dikuatkan oleh penemuan ilmuwan lain yang menyatakan bahwa Laut
Merah telah salah di terjemahkan selama berabad-abad lamanya. Aslinya kata itu
adalah bahasa Ibrani dari kata Yam Suph yang artinya Lautan Alang-Alang.
Banyak cerita di masa lampau yang mengaitkan kondisi Laut Merah
dengan warnanya. Ada yang menyebutkan, lautan itu berwarna merah karena banyak
darah dari binatang-binatang yang mati dan membusuk. Namun, ada pula yang
menyebutkan, lautan itu berwarna merah karena ada sebuah batu di dasar laut
yang mengeluarkan cahaya berwarna kemerahan.
Pada abad ke-20, orang Eropa
menyebut daerah tersebut dengan Teluk Arab. Sedangkan, Herodotus dan Ptolemeus
menyebutnya sebagai Arabicus Sinus. Air Laut
Merah sendiri sebenarnya tidak beda dengan air laut yang lain.
Penjelasan-penjelasan ilmiah
menyebutkan bahwa warna merah di permukaan muncul akibat Trichodesmium Erythraeum yang berkembang. Ada juga yang menjelaskan
bahwa namanya berasal dari gunung kaya mineral di sekitarnya yang berwarna
merah.
Bahkan, ada yang mengaitkan penamaan merah itu dengan peristiwa
yang terjadi di sungai Nil. Ketika Firaun mengklaim dirinya sebagai tuhan dan
kaumnya menyembah berhala-berhala yang dipertuhankan, termasuk sungai Nil dan
katak (kodok) yang dikeramatkan, Allah lalu menghukum mereka atas kesesatan
yang dilakukan.
Menurut para penafsir Perjanjian Lama, yang dimaksud dengan
‘darah’ adalah perubahan sungai Nil menjadi merah. Hal ini dijelaskan sebagai
suatu perumpamaan bagi berubahnya sungai Nil menjadi merah kental. Menurut
sebuah penafsiran, yang mengakibatkan warna merah adalah sejenis bakteri.
Sungai Nil adalah sumber kehidupan utama bagi bangsa Mesir.
Kerusakan apa pun yang terjadi pada sumber ini dapat berarti kematian bagi
seluruh Mesir. Jika bakteri telah menutupi seluruh permukaan sungai Nil sampai
mengubahnya berwarna merah, setiap mahkluk hidup yang menggunakan air tersebut
akan terinfeksi oleh bakteri ini.
Penjelasan terbaru tentang
penyebab merahnya warna air telah menunjuk protozoa, zooplankton, ganggang (fitoplankton) air asin
atau tawar, dan dinoflagellata sebagai kemungkinan penyebab perubahan warna
air. Semua jenis ini, baik tumbuhan, jamur, maupun protozoam mengisap oksigen
dari dalam air dan menghasilkan racun yang berbahaya, baik bagi ikan maupun
katak.
Patricia A Tester dari National Marine Fisheries Service yang menulis dalamAnnuals of the New York Academy of Science mencatat bahwa walau kurang dari 50 spesies
dari sekitar 5000 spesies fitoplankton yang dikenal, itu beracun. Spesies beracun
tersebut dapat membahayakan kehidupan air.
Di masa Firaun, rangkaian bencana seperti ini tampaknya terjadi.
Menurut skenario ini, ketika sungai Nil tercemar, ikan-ikan pun mati dan bangsa
Mesir kehilangan salah satu sumber nutrisinya yang sangat penting. Tanpa ikan
pemangsa, katak-katak dapat berkembang biak dengan sangat bebas di kolam-kolam
dan di sungai Nil hingga melimpahi sungai. Kemudian, menghindari lingkungan
beracun dan membusuk dengan berpindah ke daratan. Di sini, mereka mati dan
terurai bersama ikan-ikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar